Negara yang besar ialah negara yang mampu menghargai jasa para pahlawannya. Ungkapan tersebut pantas disematkan kepada negara Indonesia tercinta ini yang mempunyai banyak sekali pahlawan yang telah gugur demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Hal tersebut tak terlepas dari kiprah dan jasa dari kalangan ulama dan santri. Karena pada zaman dahulu ulama dan santrilah salah satu kelompok yang ditakuti oleh penjajah. Perlu diketahui kiranya sebagian besar pahlawan bangsa mempunyai latar belakang yang mumpuni di bidang keilmuan.
Baca juga: Buku Sufisme Sunan Kalijaga
Baca juga: Buku Sufisme Sunan Kalijaga
Salah satunya adalah KH. M. Kholil Bangkalan dari Madura. Beliau sering disebut sebagai maha guru. Hampir banyak kyai atau ulama Nusantara pernah menimba ilmu kepada beliau. Seperti halnya Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari; pendiri dan pengasuh pondok pesantren Tebu Ireng Jombang, KH. Abdul Karim (Mbah Manab); pendiri dan pengasuh pondok pesantren Lirboyo, KH Abdul Wahab Hasbullah (Jombang), Kiai Bisri Syansuri (Jombang), Kiai Maksum (Lasem), Kiai Nawawi (Sidogiri), Kiai As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), Kiai Zaini Mun’im (Paiton Probolinggo), dan masih banyak lagi murid-murid KH. M. Kholil Bangkalan. Bahkan konon katanya Ir. Soekarno Presiden RI pertama, menurut penuturan Kiai Asa’ad Samsul Arifin, Bung Karno meski tidak resmi sebagai murid Kiai Kholil, namun ketika sowan ke Bangkalan, Kiai Kholil memegang kepala Bung Karno dan meniup ubun-ubunya (hal.51-53 dalam buku yang berjudul “KH. M. Kholil Bangkalan Biografi Singkat 1820-1923).
Buku ini ditulis oleh Muhammad Rifai, penulis yang sering mengungkap kembali perjuangan para ulama melalui goresan tintanya. Diterbitkan oleh Garasi Yogyakarta dengan tebal halaman kurang lebih 148 halaman. Dalam tulisan kali ini Mimin akan membahas atau sedikit mereview tentang karyanya tersebut.
Pada bagian kata pengantar penulis menyebutkan bahwa selama menulis ia terkendala di data, bahan bacaan, dan informasi lainnya mengenai sosok KH. M. Kholil Bangkalan. Minimnya karya tulis KH. M. Kholil Bangkalan yang dimiliki oleh generasi penerusnya serta penyebarannya yang tidak diketahui masyarakat luas juga menjadi hambatan tersendiri bagi penulis.
Oleh karena itu beliau, Muhammad Rifai, berpesan kepada para pembaca atau generasi mendatang agar lebih memerhatikan sejarah para ulama terdahulu dengan melakukan penelitian secara khusus.
Buku yang terdiri dari enam bab ini diawali dengan riwayat hidup Kiai Kholil. Mulai dari kelahiran beliau, silsilah nasab, pendidikan, pernikahan, peninggalan, hingga perjuangan Kiai Kholil dalam melawan penjajah.
KH. M. Kholil Bangkalan dalam buku tersebut dijelaskan sebagai sosok pahlawan sekaligus pesiar agama Islam yang berbeda dari yang lain. Beliau melawan penjajah melalui karamah yang dimilikinya. Karena saat itu persenjataan dan kemampuan militer pejuang Indonesia bisa dibilang kalah saing dengan Belanda. Maka dari itu beliau sering memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada para pejuang.
Setiap ada orang yang datang ke rumah Kiai Kholil untuk meminta pencerahan, maka Kiai Kholil menerima mereka. Tak jarang dari pertemuan itulah masyarakat bisa melihat secara nyata karamah dari Kiai Kholil.
Misalnya saat ada seorang warga yang datang mengadu kepada beliau agar sembuh karena sengatan kalajengking yang mengakibatkan bagian tubuhnya bengkak-bengkak. Kiai Kholil pun menerima tamu tersebut dan dilihatnya bekas sengatan itu, lalu dipegang seraya berucap dalam Bahasa Madura yang terkesan lucu dan porno (hal:80).
Dari kejadian itulah masyarakat meyakini Kiai Kholil sebagai kiai yang mempunyai karamah. Padahal jika ditinjau dari riwayat pendidikan Kiai Kholil pernah menimba ilmu selama beberapa tahun di Makkah. Tetapi mengapa beliau tidak menggunakan bahasa Arab sebagai doa ataupun diterapkan -sedikit- dalam kesehariannya?
Begitulah Kiai Kholil yang menurut penulis sebagai sosok kiai yang tetap mempertahankan budaya daerahnya untuk tetap menjaga kesatuan dan persatuan rakyat Madura.
Selain itu Kiai Kholil juga pernah dipenjara oleh penjajah karena menyembunyikan para pejuang di rumahnya. Namun apa yang terjadi? Masyarakat berbondong-bondong setiap harinya untuk menjenguk beliau. Bahkan sampai ada yang minta dipenjara agar bisa bersama Kiai Kholil.
Proses lahirnya NU pun tidak lepas dari peran Kiai Kholil yang memberi tongkat dan tasbih kepada Kiai Hasyim Asy'ari melalui perantara Kiai As'ad Syamsul Arifin. Beliau juga berpesan agar Kiai As'ad membacakan beberapa ayat al Qur'an di hadapan Kiai Hasyim. Setalah itu hilanglah kegundahan Kiai Hasyim saat akan mendirikan Nahdlatul Ulama'.
Sebenarnya masih banyak lagi kisah-kisah karamah dari Kiai Kholil. Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di buku “KH. M. Kholil Bangkalan Biografi Singkat 1820-1923” atau cari di Ipusnas karya Muhammad Rifai.
Sedikit koreksi tentang kekurangan buku ini adalah adanya peristiwa yang diulang-ulang serta kata-kata yang dipakai kurang pas pada bagian tertentu. Hal tersebut membuat Mimin sebagai pembaca merasa bosan, sehingga ada beberapa paragraf yang tidak Mimin baca. Hha...
Pokok buku ini bagus banget dibaca, terutama untuk kalangan muda.
Semoga bermanfaat
0 Comments
Jangan melakukan spam, tak ada link dan bicara kotor.
Berkomentarlah dengan cerdas