Menenangkan diri di Haul Pangeran Benowo Morotoko, Pucakwangi
Alhamdulillah di tahun 2023 ini saya beserta rombongan bisa hadir dalam haul Pangeran Benowo yang terletak di Morotoko, Wateshaji, Pucakwangi. Setelah sebelumnya di tahun 2021 tidak hadir, serta 2022 berhalangan hadir karena masih mukim di Ungaran, Semarang. Sekali lagi alhamdulillah.
Butuh niat serta perencanaan untuk datang ke sana. Pertama karena saya belum berani naik motor sendiri ke sana musabab medannya yang lumayan nanjak untuk orang yang memiliki riwayat kecelakaan lumayan parah. Kedua deg deg plas, mengajak ibu-ibu berarti siap menanggung resiko.
Oiya, untuk catatanku di haul Pangeran Benowo tahun 2020 bisa dibaca di sini, sedangkan di tahun 2019 saya alhamdulillah lagi bisa hadir namun tidak terdokumentasikan dalam bentuk tulisan. Hanya foto ini yang bisa jadi kenangan:
Rombongan berangkat jam 9 pagi. Sengaja, biar tidak menunggu lama katanya. Padahal di foto yang saya dapat dari facebook acara dimulai jam 8. Seperti biasa, jam karet. Walaupun kami sudah berkumpul di tugu tengah jam setengah sembilan, namun berangkatnya tetap jam 9 lebih sedikit. Harus menunggu satu sama lain.
Sampai lokasi kami jalan kaki sampai makam Pangeran Benowo yang terletak persis di puncak bukit. Alhamdulillah jalan menuju makam terus mengalami perubahan setiap tahunnya. Tanpa aba-aba saya dan Bapak bagi tugas. Saya (yang muda) jalan paling depan. Sebenarnya antara bagi tugas dan pengin cepat sampai juga.
Dari bawah sudah terdengar suara sambutan-sambutan. Di tengah jalan kami ditawari makanan. Alhamdulillah. Katanya untuk sarapan, cocok banget buat kaum nggak doyan sarapan pagi. Tapi tetap saja makannya pas sampai rumah. Hhe…
Sampai lokasi makam ternyata sesi mauidhoh hasanah dimulai. Penceramahnya adalah KH. Muhammad Syafi'i dari Grobogan. Kata beliau terkenal dengan sebutan kiai manaqib. Apa pun itu, saya suka isi ceramah beliau. Ada beberapa poin yang saya ingat.
Pertama kali yang saya dengar adalah bahwa kita kalau ziarah ke makam auliya' itu sekalian titip persaksian syahadat. Seperti yang tercantum dalam kalimat salam kepada wali berikut:
(nama wali) السلام عليكم يا ولي الله
صاحب الكرمة جئناك زائرين وعلى مقامك واقفين أودعنا عندك شهادة أن لا اله الا الله و ان محمدا رسول الله صلى الله عليه وسلم
Kedua, beliau menjelaskan betapa hebatnya Pangeran Benowo. Walau telah pergi ratusan tahun silam, tapi kini, saat haul begitu banyak tamunya berdatangan. Sehingga secara tidak langsung mengajak kepada zairin untuk berdzikir mengingat Allah.
Itulah salah satu karomahnya wali Allah, tetap mensyiarkan agama Islam. Bagaimana dengan kita yang masih hidup? Maka dari itu, kita diajak untuk meneladani kisah hidup para auliya.
Pangeran Benowo merupakan panutan bagi saya. Di mana beliau yang memilih mengasingkan diri di puncak bukit, menjauhi hingar bingar dunia. Di era sekarang banyak orang berlomba ingin terkenal dan dikenal. Banyak cara dilakukan. Yah, memang berlomba-lomba dalam kebaikan itu bagus…
Ketiga, loman atau dermawan. Orang kalau ingin hidupnya berkah harus rajin bersedekah. Misal kalau punya uang, maka disisihkan sedikit untuk dibagikan kepada orang lain. Kiai Syafi'i menuturkan bahwa guru beliau dulu termasuk orang yang tegas. Guru beliau berpesan agar ketika diberi uang hasil ceramah, maka harus ada yang dibagikan ke orang lain. Jika tidak, maka kelak di akhirat akan membakarnya.
Kiai Syafi'i juga menyebut nama-nama ulama di Indonesia yang dermawan. Seperti Kiai Abdul Latif Bangkalan, Kiai Maimoen Zubair Sarang, Gus Dur, serta masih banyak lagi lainnya. Kunci hidup kaya berkah adalah sedekah. Katanya, walau beliau sendiri belum bisa sepenuhnya melakukan hal tersebut, tetapi tetap berusaha serta mengajak jamaah agar mulai mencontoh kebiasaan bersedekah.
Selain ketiga poin di atas, jujurly saya sangat suka dengan cara ceramah beliau yang blak-blakan dan tidak menyanjung diri sendiri. Sebagai orang yang punya trauma dengan orang yang katanya (maaf) tahu agama, mengikuti acara haul adalah obat tersendiri. Mendekat dengan para auliya sembari berdamai dengan masa lalu.
Oiya, buat yang sedang berada di fase hidup lagi capek-capeknya saya saranin berziarah ke makam para wali. Yakin deh, bakal dapat semangat lagi. Biar sekalian saya ikut gitu… hhe.
Hingga kini makam Pangeran Benowo ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah. Itulah bukti nyata, bahwa mutiara akan tetap dicari meski menyembunyikan diri. Untuk membaca sejarah singkat tentang Pangeran Benowo bisa dibaca di sini
Acara diakhiri dengan pembacaan mahalul qiyam. Sebab dilaksanakan di hari Jumat, jadi terkesan mengejar waktu shalat jumat. Saya beserta rombongan bergegas turun. Dari yang awalnya udara sejuk, berubah jadi panas pas tiba di bawah. Namun melihat antusiasme para zairin, rasanya seperti kalah jika saya yang muda ini mengeluh.
Tulisan ini hanyalah catatan pribadi, bukan bermaksud menggurui, mereview, atau apa pun itu. Ditulis di waktu yang berbeda, karena malamnya saya langsung tepar. Bila ada salah kata, silakan tinggalkan jejak di kolom komentar atau DM Ig @lathifah_saadah. Siapa tahu bisa kolab ziarah bareng. Hhe…
Salam Literasi
Lathifah S
Dibuang sayang:
0 Comments
Jangan melakukan spam, tak ada link dan bicara kotor.
Berkomentarlah dengan cerdas