Kahlil Gibran: Sayap-sayap Patah



 Identitas Buku

Judul Buku : Kahlil Gibran: Sayap-sayap Patah (Judul Asli: The Broken Wings)

Penulis        : Kahlil Gibran

Penerjemah : M. Ruslan Shiddieq

Penerbit      : Kepustakaan Populer Gramedia

ISBN          : 978-602-424-086-8

Cetakan      : pertama: Juni 2016

Tebal          : xxx + 148 hlm, 12 cm × 18 cm

Perjuangan Mencintai dan Mengikhlaskan Kahlil Gibran

Sebagai orang yang mengaku mengidolakan sosok Kahlil Gibran belum lengkap rasanya kalau hanya sekadar tahu namanya. Oleh karena itu, aku pun berinisiatif membaca karya-karyanya. Dan setelah mencari-cari di internet akhirnya aku putuskan membaca buku Kahlil yang berjudul Sayap-sayap Patah. Buku ini merupakan buku terjemahan.

Oh, iya. Aku bacanya di iPusnas, ya. Akunku bernama Lathifah S.

Saat baca bagian awal aku sedikit kurang paham. Maklum lah ya, aku kan belum tahu menahu seluk beluk dunia sastra. Termasuk menentukan makna yang terkandung dalam kalimat yang dimaksud penulis. Meski begitu, semakin jauh membaca, rasa penasaranku justru semakin besar.

Aku takjub pada kata-kata yang digunakan Kahlil Gibran. Semuanya indah tanpa dosa (hhe...). Amazing bangettt.

Dalam buku ini Kahlil menceritakan kisah cintanya dengan Selma Karamy, putri semata wayang Farris Effandi yang ternyata sahabat karib ayah Kahlil. Farris Effandi terkenal kaya di daerahnya dan ia hidup bersama putrinya sendirian setelah ditinggal mati istri tercinta.

Bukan kekayaan yang membuat Kahlil menyukai Selma. Kahlil tidak termasuk orang dengan tipe tersebut. Sayangnya kekayaan yang dimiliki oleh Farris Effandi justru mengandung malapetaka bagi Selma.

Cinta antara Kahlil dan Selma tidak bisa bersatu dalam balutan pernikahan. Hal itulah yang membuat sayap-sayap cinta keduanya patah. Membuat mereka sedih tiap kali mengingat kenangan indah bersama.

Begitu pula Farris Effandi. Pernikahan Selma dengan Mansour Bey Galib, keponakan Pendeta Bulos Galib, membuat mereka harus berpisah. Farris Effandi hidup sebatang kara di rumahnya yang sesekali dijenguk Kahlil.

Sebenarnya ia tak ingin pernikahan itu terjadi. Sama sekali tak pernah membayangkannya. Namun apa daya, sekali ia menolak permintaan pendeta, bisa dipastikan hidupnya akan sengsara. Hal demikian sudah menjadi adat di daerahnya.

Selma diboyong Mansour Bey ke Raís Beyrouth. Ia sama sekali tak bahagia. Mansour Bey menikahinya bukan lantaran cinta, melainkan ingin menguasai kekayaan Farris Effandi. Perilaku Mansour Bey tak jauh beda dengan pamannya, Pendeta Bulos. Mereka sama-sama bersembunyi di balik topeng kebesarannya.

Di lain tempat Farris Effandi jatuh sakit. Kahlil yang datang menjenguk mendapatinya dalam keadaan parah. Ia pun diutus menemui Selma yang menangisi keadaan ayahnya di kamar sebelah.

Selang beberapa waktu dan tentunya setelah menyampaikan pesan terakhirnya Farris Effandi pergi untuk selama-lamanya. Di hadapan Selma dan Kahlil ia bilang bahwa ia akan berkumpul kembali bersama istrinya. Selma begitu terpukul saat itu. Kehilangan sosok lelaki pertama yang dicintainya.

Hari-hari berikutnya di Lebanon, tepatnya di sebuah kuil terpencil Selma dan Kahlil saling bertukar cerita suka dan duka. Alangkah harunya momen tersebut. Kahlil melihat ada guratan kesedihan di wajah pujaan hatinya.

Belum ada yang tahu tentang pertemuan mereka. Termasuk Mansour Bey sendiri. Namun seiring berjalannya waktu Selma merasa ada yang memata-matainya.

Sampai pada lima tahun pernikahan, Selma melahirkan seorang bayi laki-laki buah cintanya bersama Mansour Bey. Sementara itu di ruangan lain Mansour Bey dan para tetangga bersenang-senang merayakan kelahiran putra makhotanya. Tidak ada yang menemani Selma kecuali seorang dokter.

Berbeda pada para warga, raut muka dokter terlihat muram. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikannya.

Tak lama lahir ke dunia bayi mungil laki-laki itu kembali ke tempat asalnya. Kemudian Selma memeluknya dan ia pun mengikuti jejak ibu, ayah, serta bayinya.

Mereka dikuburkan tepat di atas liang lahat Farris Effandi. Lengkap sudah sayap-sayap patah Kahlil Gibran.

Overall aku suka buku Sayap-sayap Patah karya Kahlil Gibran ini. Walapun batu pertama kali baca, namun untaian kata-kata dari Kahlil menjadi magnet bagi pembaca untuk membaca kisah-kisah Kahlil berikutnya.

Post a Comment

1 Comments

Jangan melakukan spam, tak ada link dan bicara kotor.
Berkomentarlah dengan cerdas