[Resensi] Merindu Cahaya de Amstel; Arumi E

 Resensi Buku
Judul Buku : Merindu Cahaya de Amstel
Penulis        : Arumi E
Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama
ISBN          : 978-602-03-2010-6
Judul Buku : Merindu Cahaya de Amstel
Penulis        : Arumi E
Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama
ISBN          : 978-602-03-2010-6

Berawal Dari Keadaan Remang Menuju Terang Benderang


Sebagai fotografer profesional Nicolaas Van Dijk, atau yang kerap disapa Nico, kerap kali berkeliling mencari objek untuk difoto. Sore itu Nico berada di tepian Sungai Amstel. Sudah berpuluh kali Nico memotret kegiatan warga di sana, namun ada satu foto yang menarik perhatiannya.

Dalam fotonya itu terdapat seorang gadis cantik mengenakan pakaian serba tertutup sedang membaca buku. Tepat di sekitar tulisan "I Amsterdam". Ada semburat cahaya aneh yang mengelilingi tubuh gadis tersebut. Padahal Nico belum sedikit pun mengeditnya.

Hari berikutnya Nico kembali ke Museumplein. Berniat menemui Khadija, gadis yang dikiranya jelmaan malaikat yang tertangkap kameranya. Setelah bernegosiasi cukup keras, Nico tetap jadi orang asing bagi Khadija. Ia tak berkenan fotonya disebarluaskan untuk kepentingan majalah.

Khadija tak ingin bertemu Nico lagi. Tetapi setelah mencari, Nico akhirnya menemukannya dengan menunjukkan hasil bidikannya yang memuat wajah Khadija. Dalam pertemuan itu mereka mulai saling kenal. Khadija yang ternyata mualaf dan Nico yang keturunan Belanda - Indonesia.

***

Mala, gadis asal Indonesia yang mendapat beasiswa kuliah di Belanda bertemu Khadija saat menunggu bus di halte. Wanita di sebelahnya itu mengajaknya berkenalan. Ia menanyakan tempat tinggal juga tentang puasa Ramadhannya. Pertanyaan tersebut awalnya membuat Mala enggan bertemu lagi dengan Khadija.

Mala menjadi muslimah sejak lahir. Selama 1 tahun tinggal di Belanda ia tak pernah sekalipun melaksanakan kewajiban beribadahnya. Mukena pemberian ibunya masih tertata rapi di almari pakaiannya sejak pertama kali kedatangannya di Belanda.

Seiring berjalannya waktu, sejak mengenal Khadija, Mala mulai rajin shalat. Mula-mula ia ikut Khadija shalat id di Euromuslim. Lambat laun ia aktif ikut pengajian.

Setelah sebulan lebih mereka berdua kenal, datanglah Nico. Lewat Khadija Mala mengenal Nico. Nico bermaksud ingin memotret Mala saat menari. Hasil jepretan Nico tidak diragukan lagi. Membuat Mala sampai ternganga melihatnya.

Pertemanan antara keduanya kian hari kian dekat. Bahkan mereka sempat pergi ke Indonesia bareng. Di Salatiga Nico bertamu ke rumah ibu kandungnya, Ibu Kamaratih, yang telah lama meninggalkannya sejak masih kecil.

Mendengar cerita dari Mala tentang kunjungannya ke Indonesia bersama Nico, sisi lain hati Khadija merasa ada hal aneh. Terlebih ketika ia tahu kalau Nico membeli sepasang cincin perak untuknya dan Mala. Sedangkan bros pemberian Nico hanya oleh-oleh biasa. Terlebih Malalah yang memilihkannya.

Beda halnya dengan perasaan Pieter, saudara sepupu Khadija yang menaruh harap pada Mala. Pieter rela datang jauh-jauh ke Indonesia untuk menemui mereka berdua.

Hubungan antara Khadija dan Mala semakin renggang ketika Mala melihat kedekatan Nico dan Khadija. Padahal Nico saat itu mengajak Khadija melihat pabrik bir untuk meminta pendapatnya sebagai orang Islam.

Dari cara Nico memperlakukan wanita jelas sekali kalau dia orang baik. Meskipun ia rapuh karena wanita. Perkenalannya dengan Khadija dan Mala sedikit meruntuhkan egonya. Ia datang ke Indonesia untuk yang kedua kalinya. Nico berharap hubungannya dengan ibu dan keluarga baru ibunya bisa membaik.

Nahas, Bu Kamaratih, ibunya Nico lebih dulu meninggalkannnya karena kecelakaan. Sejak itu Nico menghilang dari kehidupan Khadija serta Mala. Sebelumnya ia sempat berselisih paham dengan mereka.

Sampai ketika Mala lulus kuliah dan harus kembali ke negara asalnya, Indonesia. Nico belum juga terlihat. Karena ia sedang merencanakan sesuatu, yaitu mencari cahaya.

Baca juga: [Resensi] Teror Diari Tua; Arumi E

Sebagai penulis novel ini, Kak Arumi E, lihai menarik ulur perasaan pembaca. Antara keyakinan, cinta, dan pertemanan. Bacaan ringan, sehingga tak membutuhkan pemikiran ekstra. Latar kejadiannya berada di antara Belanda - Indonesia semakin menarik minat pembaca.

Kabarnya novel ini akan difilmkan. Hal itu tentu menunjukkan kualitas novel yang tak perlu diragukan lagi.


Peresensi: Lathifah S (@lathifah_saadah)

Post a Comment

0 Comments