Setelah sebelumnya saya membahas tentang buku yang menceritakan riwayat hidup KH. M. Kholil Bangkalan dengan judul KH. M . Kholil Bangkalan; Biografi Singkat 1820 - 1923 buah karya Ust. Muhammad Rifa'i, muncul rasa penasaran dalam diri saya untuk mengenal sosok Kiai Kholil lebih jauh. Pasalnya beliau merupakan Maha Guru Nusantara. Banyak tokoh besar negeri ini yang sanad ilmunya bersambung pada Kiai Kholil. Seperti KH. Hasyim Asy'ari; pendiri NU, KH. R. As'ad Syamsul Arifin Situbondo, KH. Wahab Hasbullah Jombang, KH. Bisri Syansuri, KH. Abdul Karim Lirboyo, dan lain sebagainya.
Akhirnya saya memutuskan membeli buku yang berjudul Korelasi Antara Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan & NU yang ditulis oleh Ust. M. Fikril Hakim, S.H.I serta kata pengantar dari KH. Imam Yahya Mahrus (Pengasuh Pon. Pes. Lirboyo Kediri). Meskipun buku ini telah lama terbit, tetapi isinya akan tetap dibutuhkan hingga kelak. Mengingat minimnya literatur mengenai riwayat hidup kiai kholil serta didukung kurangnya informasi akurat -terjadi pertentangan- dari para narasumber.
Sesuai isi buku yang diawali dengan hubungan antara Islam dan NU meliputi awal mula Islam di Indonesia serta penyebarannya yang dilakukan oleh Walisongo terkhusus di tanah Jawa. Kemudian datangnya penjajah barat ke Indonesia membawa misi yang hampir sama, yaitu mencari -menguasai- rempah-rempah. Hal itu berlanjut terus-menerus dari masa penjajahan Portugis (1511 M), Spanyol (1521 M), sampai abad ke 16 yang berasal dari Eropa. Meliputi Bangsa Belanda, Inggris, Denmark, dan Prancis.
Akibatnya muncul reakssi dari rakyat yang jenuh terhadap penjajahan. Seperti halnya Sultan Agung Mataram yang mengirim angkatan perangnya menuju Jakarta (1628 - 1629), kemudian dilanjut oleh Pangeran Diponegoro (20 Juli 1825 - 28 Maret 1830), serta beberapa tokoh terkemuka lainnya.
Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 juga tak terlepas dari keinginan untuk membebaskan diri dari tangan penjajah. Sesuai namanya yang mengandung arti "kebangkitan para ulama". Kontribusi NU dalam masa penjajahan mencakup aspek kegiatan sosial, politik, dan perlawanan bersenjata. Terlebih setelah tercetusnya resolusi jihad dari KH. Hasyim Asy'ari yang membakar semangat juang masyarakat dalam rangka melawan penjajah.
Mengenal Kiai Kholil Bangkalan
Kiai Kholil lahir di Bangkalan, Madura pada Selasa, 11 Jumadil Akhir 1225 H/1835 M. Ayahnya bernama KH. Abdul Lathif yang juga seorang dai keliling dan berasal dari keluarga pengabdi agama. Sedangkan menurut silsilah keluarga, Kiai Kholil masih ada hubungan darah pada Sunan Gunung Jati. Bahkan silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW.
Semenjak kecil Kiai Kholil dididik oleh kedua orang tuanya mengenai cara membaca Al Qur'an dan ilmu-ilmu dasar agama. Setelah itu barulah Kiai Kholil memulai pengembaraannya mencari ilmu. Berawal dari Madura -pulau kelahirannya, Jawa, hingga ke Makkah.
Ada cerita menarik saat Kiai Kholil menimba ilmu di Makkah. Kiai Kholil sering makan kulit semangka dan ketika hendak buang air besar Kiai Kholil keluar dari Tanah Haram. Perilaku demikian menunjukkan betapa zuhud dan ta'dhimnya Kiai Kholil. Meskipun kedua orang tuanya sebenarnya mampu untuk membiayai biaya hidup Kiai Kholil selama di Makkah.
Sekembalinya di tanah air Kiai Kholil turut berjuang melawan penjajah dengan cara tersendiri. Mengamalkan ilmu yang dimiliki, memberi suwuk/tenaga dalam kepada para pejuang, bahkan sampai ditahan dalam penjara. Anehnya ketika berada di penjara semua pintu tahanan tidak bisa ditutup yang menyebabkan tentara Belanda harus bekerja ekstra. Juga datangnya ribuan orang untuk menjenguk Kiai Kholil. Akhirnya kompeni memutuskan mengeluarkan Kiai Kholil dari penjara.
Karomah Kiai Kholil lainnya terlihat saat sedang mengobati seorang warga Bangkalan yang disengat kalajengking dengan mengucap dalam bahasa Madura "Palak pokeh..., palak pokeh..., beres, beres" yang ternyata seketika sembuh. (Hal 93)
Ada pun cerita lain ketika Kiai Kholil dan Kiai Syamsul Arifin berbincang-bincang saking asyiknya hingga tak terasa waktu shalat ashar hampir habis. Mereka lalu mengambil kerocok (sejenis daun aren yang dapat mengapung di atas air) sebagai kendaraan menuju Makkah untuk melaksanakan shalat ashar di Masjidil Haram.
Sebenarnya masih banyak lagi cerita karomah Kiai Kholil yang tak jarang terjadi perdebatan (kontroversi) akan keabsahannya. Dalam buku ini telah dijelaskan cerita serta pandangan dari khalayak umum mengenai cerita tersebut yang pada dasarnya sebagai bukti kekuasaan Allah.
Baca juga: Resensi buku Rindu Tanah Jeruk Palestina
Baca juga: Resensi buku Rindu Tanah Jeruk Palestina
Peran Kiai Kholil terhadap NU
Lahirnya NU tidak terlepas dari sosok Kiai Kholil. Meskipun tidak terdaftar dalam kepengurusan NU. Gagasan pembentukan NU oleh KH. Hasyim Asy'ari pada mulanya menuai kebimbangan karena takut kalau menimbulkan perpecahan umat. Berbagai ikhtiyar pun telah dilakukan, namun petunjuk masih enggan datang. Melainkan melalui wasilah Kiai Kholil yang tak lain merupakan guru KH. Hasyim Asy'ari.
Suatu ketika Kiai Kholil memanggil santrinya, Kiai As'ad Syamsul Arifin, untuk menemui KH. Hasyim. Perintah tersebut sebanyak dua kali dengan amanat & waktu yang berbeda. Yang pertama (1924) berupa sebuah tongkat dan bacaan Al Qur'an ayat 17-23 surah Thoha. Sedangkan yang kedua (1925) berupa tasbih dan salah satu lafadz Asmaul Husna. Setahun setelah kejadian itu berdirilah organisasi NU pada 31 Desember 1926 -untuk lebih jelasnya silakan membaca buku ini.
Baca juga: Belajar dengan Hati Nurani
Baca juga: Belajar dengan Hati Nurani
Buku ini cocok dibaca bagi siapa saja, terutama warga nahdliyin. Bahasa mudah dipahami, namun ada cerita yang diulang di bab berikutnya.
0 Comments
Jangan melakukan spam, tak ada link dan bicara kotor.
Berkomentarlah dengan cerdas