Perjuangan Ulama Dan Santri Dalam Buku Api Sejarah

Pentingnya memahami sejarah sangat diperlukan sebagai bentuk menghormati serta menghargai jasa para pejuang kemerdekaan. Salah satunya melalui membaca cerita sejarah yang terdapat di buku. Dengan adanya buku yang berjudul Api Sejarah jilid kesatu karya tulis Ahmad Mansur Suryanegara ini kita diajak kembali pada masa lalu. Menelisik setiap bagian dengan gamblang seolah-olah kita ada dalam cerita. Yaitu zaman sebelum dan ketika ada penjajah Barat.
Baca juga: Perjuangan Kiai Kholil Bangkalan & Sufisme Sunan Kalijaga


Zaman di mana semua rakyat yang pada awalnya hidup damai, makmur, aman, dan tenteram. Namun semua itu berubah semenjak kedatangan Penjajah Barat di Nusantara Indonesia.

Saat pertama kali membaca bagian pertama buku saya merasa keheranan. Karena isinya mengenai penyebaran agama Islam dan hal-hal yang bersangkutan dengan Islam. Seperti penemuan mata uang Islam (hal: 8), juga dua puluh lima Nabi & Rasul pembawa ajaran Islam (hal: 20). Bahkan penulis sempat menjelaskan masa kehidupan Muhammad bin Abdullah (Nabi Muhammad SAW) sebagai pedagang.

Apa maksud sebenarnya dari penulis? Pertanyaan tersebut terus terngiang-ngiang di benak saya, sebagai pembaca yang masih dangkal ilmunya.

Jika ditelisik dari judul buku: Api Sejarah; Mahakarya Perjuangan Ulama Dan Santri Dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia jilid kesatu. Apa hubungannya?

Setelah saya selesai membaca buku Api Sejarah jilid kesatu ini saya baru menyadari. Sepertinya penulis ingin mengungkapkan secara rinci seluk-beluk sejarah dari zaman Nabi, penyebaran agama Islam, datangnya imperialis barat,  hingga Indonesia terbebas dari Imperialis Barat.
Baca juga: Manfaat Membaca & Macam-Maca Aplikasi Baca Buku

Takjub!!! Buku dengan tebal kurang lebih 597 halaman dan diterbitkan oleh Penerbit Surya Dinasti ini merupakan salah satu buku sejarah terlengkap yang pernah ada di Indonesia. Hal itu terbukti dengan adanya gambar sertifikat penghargaan yang terletak pada bagian permulaan buku sebagai buku Islam terbaik kategori nonfiksi dewasa.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang Api Sejarah saya akan mengoreksi ketidaknyamanan saat membaca yang terletak pada format penulisan teks yang kecil, sekitar size 11, sedikit membuat saya kesulitan membaca. Selain itu, saya juga satu dua kali menemukan kata-kata yang salah penulisannya. Sehingga dalam hal ini konsentrasi pembaca sangat diperlukan guna memahami maksud dari yang dibaca.

Meskipun begitu minat baca saya pada buku ini tetap membara. Karena semakin saya membaca lanjutannya, semakin penasaran pula terhadap peristiwa-peristiwa berikutnya. Penulis mengungkap hal penting yang mungkin belum pernah diungkap oleh penulis lain, bahkan mengungkap fakta atas doktrin-doktrin ataupun opini yang telah lama mengakar di masyarakat yang disebabkan adanya deislamisasi penulisan sejarah.

Dalam Api Sejarah jilid kesatu penulis menekankan peran kaum ulama dan santri yang ditakuti imperialis barat karena kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan Nusantara Indonesia. Pasalnya anggapan jihad fii sabilillah oleh ulama kala itu mampu mengguncangkan keberadaan imperialis barat di Nusantara Indonesia.

Rakyat Indonesia telah bosan hidup di bawah penindasan bangsa kulit putih sebab tanam paksa selama 93 tahun (1830 – 1919). Oleh karena itu, mereka sepakat untuk mendirikan bangsa sendiri dan pemerintahan sendiri yang bebas dari pengaruh penjajah. Adapun perjuangannya melalui jalur damai (perundingan) dan jalur perang. Mereka juga sadar bahwa bekal peralatan yang ada sangatlah jauh bila dibandingkan dengan Imperialis Barat.

Akhirnya dibentuklah organisasi-organisasi politik dan keagamaan. Antara lain: Persjarikatan Moehammadijah, Nahdlatoel Oelama, Jong Islamieten Bond (JIB), organisasi wanita, kepanduan, PSII, PNI, PPPKI, MIAI, PII, MRI, dan lain sebagainya.

Walaupun didirikan oleh penduduk pribumi, tetap saja pengaruh imperialis barat tak bisa dihindari. Hingga ada sebagian organisasi yang jabatan tingginya dipegang oleh orang kulit putih, penjajah. Tujuan utamanya ialah untuk melanggengkan penjajahan di Nusantara Indonesia.

Cara-cara yang ditempuh agar terjadi perpecahan rakyat Indonesia waktu itu beragam. Mulai dari penerapan ordonansi perkawinan, menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para tokoh, serta dengan membenturkan masalah agama dan budaya nenek moyang. Adanya serangan halus dari imperialis barat tersebut sempat menimbulkan perpecahan dalam organisasi yang cukup berat. Sehingga terdapat organisasi yang dibubarkan maupun ganti nama.

Hal itu mengindikasi bahwa perbedaan pandangan tokoh dalam hal keagamaan bukanlah hal yang patut diperdebatkan terus berlanjut. Toh, menunjukkan kemajemukan pandangan yang masing-masing pihak berlandaskan dalil yang jelas. Hal yang lebih utama ialah bersatu. Persatuan semua golongan agar mencapai kemerdekaan.

Permasalahan di atas dapat mereda dengan hadirnya tiga butir Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda, 28 Oktober 1928 merupakan jawaban tegas penduduk pribumi terhadap imperialis barat. Pasalnya 17 tahun setelah diikrarkannya Sumpa Pemuda, Nusantara Indonesia mencapai kemerdekaannya.

Selain itu penulis juga menjelaskan filosofi pada bendera merah putih yang dikaitkan dengan bendera Rasulullah SAW. Sejarah panjang bendera merah putih pun tak luput dari perhatian penulis. Sehingga membuat buku ini patut dijadikan referensi.

Atas kegigihan rakyat dalam memperjuangkan Nusantara Indonesia akhirnya tercapailah apa yang diidam-idamkan selama berpuluh-puluh tahun, yaitu terbebas dari imperialis barat; kerajaan Protestan Belanda. Tepatnya pada Kapitulasi Kalijati Subang, Jawa Barat (8 Maret 1942) yang dikalahkan oleh Balatentara Djepang.

Peristiwa tersebut turut mengakhiri cerita dalam Api Sejarah jilid kesatu ini yang cocok dibaca oleh semua kalangan. Di dalamnya juga bisa dijadikan bahan diskusi bagi pelajar, sebab isinya sama, bahkan lebih rinci bila dibandingkan dengan buku LKS -kepanjangan dari Lembar Kerja Siswa.

Penulis juga menggunakan sumber data dari bermacam-macam buku bacaan, sehingga untuk bagian daftar pustaka memakan hampir 10 halaman yang semakin menambah kelengkapan buku ini. Maka tidak diragukan lagi keaslian peristiwa sejarahnya. Tanggal, bulan, tahun, hari, serta hari pasarannya (dalam Jawa; Kliwon, Legi, Pahing, Pon, & Wage) disebutkan penulis dengan jelas. Hal tersebut membuat pembaca awam seperti saya dapat memahami setiap kejadian-kejadian yang ada dalam buku.
Baca juga: [Review] novel Sang Pemimpi & Kun Yusuf Mansur

Post a Comment

0 Comments