Judul Buku : Rumah Kaca
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tebal : -+ 646 halaman
Nusantara Dalam Rumah Kaca Pramoedya Ananta Toer
Karya monumental dari penulis legendaris Promoedya Ananta Toer yang terkumpul dalam Tetralogi Buru salah satunya adalah novel yang berjudul Rumah Kaca, sebagai penutup dari Tetralogi Buru. Buru sendiri merupakan nama sebuah daerah yang menjadi tempat penulisan Pram selama di penjara.
Awalnya buku ini dilarang diedarkan karena dianggap berbahaya, dalam artian mengandung nilai-nilai marxisme tersirat dalam rangkaian ceritanya. Kejadian ini tak berlangsung lama dan akhirnya pemerintah mengizinkan karya Pram, Tertralogi Buru kembali diedarkan hingga kini.
Berbeda dengan karya sebelumnya (Bumi Manusia, Jejak Langkah, & Anak Semua Bangsa) yang lebih fokus menceritakan kehidupan Minke waktu muda. Novel ini menjelaskan sisi lain dalam kehidupan Raden Mas Minke.
Novel Rumah Kaca menggambarkan seorang tokoh bernama Jacques Pangemanan dengan dua n yang diberi tugas oleh Gubernur Jenderal untuk memata-matai, mencari info sebanyak-banyaknya tentang kehidupan R. M. Minke selama pembuangan. Tuan Pangemanan juga mempelajari berbagai naskah, koran, bahkan tulisan R. M. Minke yang termuat pada Bumi Manusia, Jejak Langkah, & Anak Semua Bangsa.
Pekerjaannya termasuk kategori pekerjaan ringan dan mudah untuk pekerjaan di masa kini. Namun tidak pada masanya, tepatnya masa awal abad ke 20. Berkat bubuhan tanda tangannyalah kondisi Hindia berubah.
Begitu pula yang terjadi dalam nasib R. M. Minke. Ia dibuang selama bertahun-tahun. Berpisah dengan sanak saudaranya saat masa kegemilangannya yang sering dielu-elukan masyarakat.
Bila dilihat dari sisi kemanusiaan, sebenarnya Jacques Pangemanan dengan dua n masih mempunyai rasa belas kasihan pada kondisi rakyat kala itu. Hati dan pikirannya tak bisa bersatu.
Di sisi lain ia juga butuh banyak uang. Dan yang terpenting ia sangat butuh kekuasaan dengan nama baik, tidak pernah tercemar sekalipun. Meskipun Jacques Pangemanan pernah berbuat hal keji.
Istri Jacques yang tak tega dan tak tahan melihat kelakuan suaminya kian hari kian kelewat batas. Melanggar janjinya sebelum menikah. Jacques saat dihadapi banyak persoalan sering menenangkan diri dengan minum minuman keras.
Hal itulah yang membuat istrinya mengambil keputusan pulang ke Eropa. Padahal kondisi Eropa kala itu sedang terjadi perang yang bisa saja merenggut nyawa mereka.
Kisah keji lainnya bermula saat berita kematian seorang pelacur muda tersiar dan menjadi buah bibir masyarakat luas. Dalam buku kecil berwarna merahnya itu sang pelacur kelas kakap menulis setiap nama orang dari kelah sedang sampai kelas pejabat.
Benar saja. Nama Jacques Pangemanan dengan dua n tertera di dalamnya sebanyak dua atau delapan kali. Betapa kagetnya ia. Seakan kehilangan jabatan ada persis di depan matanya.
Tepat sebelum kematian pelacur muda tersebut. Orang terakhir yang memesannya ialah Jacques, namun gagal. Padahal semua suda dipersiapkan Jacques. Termasuk di dalam kamar serta badan dan pakaiannya.
Melalui tangan seorang tokoh, akhirnya buku merak kecil tersebut dapat berpindah tuan. Meskipun Jacques harus mengeluarkan banyak uang senilai berkali-kali lipat gajinya. Begitulah otak licik kolonial. Selalu ada cara agar namanya tetap bersih. Walau harus mengorbankan banyak hal.
Novel ini ditutup dengan cerita R. M. Minke yang kembali bebas. Kedatangan Minke disambut langsung oleh Jacqus. Tapi dunia telah berganti. Semua aset yang dimiliki Minke habis. Lenyap dipergunakan tangan yang berkuasa.
Hingga Minke pontang-panting pergi ke daerahnya dulu dan tak menemui apa-apa. Kecuali kenyataan bahwa ia sudah tidak memiliki apa-apa.
Kondisi tersebut membuatnya jatuh sakit. Sempat ia bertemu dengan kawan lamanya sebelum akhirnya meninggal.
Kegiatan sehari-hari Jacques Pangemanan adalah mengabdi. Bukan mengabdi untuk negara Hindia (nama Indonesia kala itu), bukan pula untuk anak dan istrinya. Tetapi mengabdi kepada Gubernur Jenderal dan untuk Gubernur Jenderal.
sumber: youtube
0 Comments
Jangan melakukan spam, tak ada link dan bicara kotor.
Berkomentarlah dengan cerdas